Silent

MAKNA TAHUN BARU HIJRIYAH

Ada sesuatu yang menarik saat pergantian tahun 2009 menuju tahun 2010, dimana semarak pergantian tahun baru Masehi begitu hebatnya digelar. Pesta kembang api dan terompet menjadi simbol dari perayaan yang spektakuler dalam menyambut pergantian tahun yang terjadi.
 
Banyak sekali para kaum yang telah mempersiapkan pergantian tahun 2010 dengan perayaan yang lebih terkesan berlebihan. Sebuah pesta kembang api yang cukup lama, dibarengi dengan seruan bunyi terompet yang amat meriah hampir dapat kita jumpai di segala penjuru kota. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang sengaja telah mempersiapkan diri untuk begadang dengan menggelar pesta bakar ikan, bakar sate atau yang lainnya, hanya untuk menunggu waktu pergantian tahun dari 2090 menuju 2010 tersebut.
 
Ironisnya mereka yang menggelar pesta dengan biaya yang cukup besar tersebut adalah mereka yang notabene beragama Islam. Mereka umat Islam yang beberapa waktu yang lalu telah merayakan hari raya yang sesungguhnya, yakni hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha serta menyambut tahun Baru Hijriyah.
 
Tahun Baru Hijriyah itulah yang sesungguhnya harus disambut oleh umat Islam dan bukan tahun baru Masehi. Namun begitu cara menyambutnya bukanlah dengan sebuah pesta yang memakan biaya besar, tetapi dengan sebuah perenungan yang dibalut dengan Mu’ashabah menuju hakekat 1 Muharram yang selalu berusaha Hijrah menuju sesuatu yang lebih baik.
 
Dalam kontek historikal, Hijrah adalah bermula dari perjalanan Rosululloh dan pengikutnya saat melakukan Hijrah dari Mekkah menuju Madinah. Hijrah yang dilakukan Nabi bersama pengikutnya inilah yang kemudian ditetapkansebagai permulaan perhitungan tahun baru Islam. Hal mana perhitungan tersebut juga telah digunakan di dalam perhitungan Jawa, dimana pergantian tahun tersebut lebih dikenal dengan sebutan Malam Syuro. Untuk mengenang hijrahnya Rosululloh tersebut, maka di dalam kebiasaan Jawa telah melekat tradisi untuk melakukan perjalanan dengan jalan kaki di malam Syuro tersebut, hingga menjelang tengah malam untuk menyambut kedatangan 1 Muharram.
 
Perjalanan Rosululloh dalam berhijrah yang kemudian di ikuti oleh sebagaian besar umat Islam dan masyarakat Jawa dalam menyambut malam tahun baru Islam tersebut dengan berjalan kaki adalah sebuah ibadah yang secara syariat adalah mengikuti jejak Nabi. Namun hakekat yang lebih dalam lagi adalah perwujudan perilaku dan tindakan kita saat ini. Hijrah dikaji lebih luas lagi dalam penerapan yang lebih hidup, yakni dengan sebuah perjalanan untuk hijrah menuju kebaikan. Berani untuk meninggalkan segala perbuatan dan segala apa yang telah kita lakukan yang selama ini dirasakan tidak sesuai dengan kontek Islam yang Islami menuju suatu perubahan yang dilandasi dengan ibadah yang bernilai tinggi. Perubahan menuju sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya inilah yang sesungguhnya hijrah yang nyata dalam kehidupan manusia saat ini. (spry/thiwul)
 
 
Wallahu alam bii Showab...
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free